Sabtu, 27 April 2013

Merawat Rumah Tuhan dalam Diri


   
 Manusia memiliki sifat yang sangat kuat dalam dirinya yaitu; kebiasaan. Semestinya sifat seperti itu sangat perlu dipertahankan dan dikembangkan kearah yang positif. Artinya kebiasaan itu dapat menciptakan kebahagiaan diatas bumi ini, dengan cara mengikuti petunjuk Tuhan  yang telah tertuang dalam ajaran Agama . lalu bagaimana mengembangkan kebiasaan yang positif? Sebenarnya kita tidak perlu terlalu jauh berfikir, cukup dengan cara yang sederhana yaitu; sembahyang dan meditasi.
     Semakin sering kita mendekatkan diri kepada Tuhan melalui sembahyang dan meditasi maka kita telah membuka diri kita untuk dialiri dengan sifat - sifat rohani yang secara otomatis juga akan menjauhkan sifat – sifat mara (kegelapan)  dari diri kita. Hal ini dapatkan dari sebuah rumusan yang sederhana, yaitu ketika saya melihat seorang anak kecil yang memainkan dua buah balon gas yang terhubung tali satu sama lain. ketika si anak kecil tersebut menarik balon berwarna putih, maka secara otomatis balon yang berwarna hitam menjadi menjauh, begitu pula sebaliknya. Hal ini saya hubungkan dengan sifat yang ada pada diri manusia, yaitu sifat budha dan Mara. Bila manusia menarik sifat budha  maka sifat Mara menjauh, demikian pula jika manusia menarik sifat setan (Mara) maka sifat ROHANI (BUDHA)  akan semakin menjauh. Dengan bersembahyang secara rutin, itu berarti kita telah menarik sifat Rohani ke dalam diri kita yang akan menjauhkan sifat kebodohan (mara). Jika diikuti dengan perilaku sehari - hari yang penuh kesabaran, kasih sayang dan pemaaf, maka sifat Rohani akan terjaga dan semakin tumbuh subur dalam dirikita.

     Mungkin ada yang bertanya, apa perbedaan antara sembahyang dan meditasi? Secara garis besar pedanda dapat memberikan pemahaman sebagai berikut; jika kita bersembahyang maka kita memusatkan pikiran menuju Tuhan, sedangkan jika kita bermeditasi maka itu artinya kita telah membuka hati kita untuk menyadari diri bahwa semua fenomena yang muncul itu bersumber dari dalam
dan mengenali sebab akibat dari fenemena tersebut . lalu manakan yang lebih baik? Keduanya harus dilakukan dengan secara seimbang, ibarat melihat dua sisi mata uang yang jika hanya dilihat satu sisi nilainya tidak akan bebeda atau menjadi dua kali lipat jika kita melihat kedua sisnya, namun dengan melihat kedua sisi maka kita mengetahui bentuk uang yang seutuhnya. Dengan melakukan keduanya secara seimbang maka kita akan dapat menikmati kebahagiaan didalam hidup sebagai benteng terjaganya sifat Ketuhanan dalam diri kita.
   Sesungguhnya dalam diri manusia unsur Ketuhanan telah bersemayam yang dalam sloka disebutkan dengan "Aham Brahma Asmi" yang semestinya hal tersebut tercermin dalam perilaku kita sehari - hari. Inilah yang semestinya kita sadari dan ditumbuh kembangkan melalui sembahyang dan meditasi serta ditunjang dengan penerapan sifat kesabaran, cinta kasih dan pemaaf. Yang tidak kalah pentingnya juga adalah memilih makanan, karena makanan adalah sumber energi yang akan mempengaruhi jiwa. Makan dan minumlan makanan yang baik atau tidak cemer, yang mulai proses pembuatanya, alat - alat yang digunakan untuk memasak dan juga menghidangkan, dan juga kondisi lingkungan tempat makanan itu dibuat. Agama  sangat menekankan akan pentingnya kesucian dan menghindari hal - hal yang kotor atau leteh, karena menjaga sifat Tuhan  dalam diri harus dilakukan secara sekala dan niskala.Itu sebabnya sembahyang dan bermeditasi itu sebagai pilar dalam kehidupan kita masing –masing.

         Bertitik tolak dari hal tersebutlah akan banyak bermunculan masalah kehidupan yang di hadapi oleh manusia itu sendiri. Memang manusia itu pada dasarnya adalah makhluk social, tetapi jangan lupa manusia juga makhluk religius dan makhluk individu. Oleh karena itu didalam pembahasan sekarang ini akan lebih menitik beratkan kepada manusia sebagai makhluk individu, selanjutnya manusia sebagai makhluk social yang berlandaskan religius, namun individu yang dimaksudkan disini bukan berarti mengarah kepada egoisme negatif, namun lebih mengarah kepada egoisme positif. Sebab bagiamanapun manusia itu lahir sendiri, matipun nantinya akan sendiri pula.

     Seperti sloka yang pernah saya dengar dari orang bijaksana sebagai berikut; Manusia memiliki hak dan kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dari jeratan tali neraka. Artinya tidak ada manusia yang mampu merubah prilaku manusia yang lain, kecuali mereka yang mau merubah prilaku mereka sendiri. Tidak ada guru yang mampu membuat muridnya menjadi pinter semua. Kalau memang ada guru yang mampu mebikin muridnya pinter semua, kenapa di dalam satu kelas yang pelajarannya sama gurunya sama ada murid juga yang bodoh? Tak ubahnya seperti seorang petani yang menanam jeruk, si petani hanya mampu menggemburkan tanahnya, menyiraminya, dan ngasi pupuk, namun bukan air dan bukan pupuk yang bisa membikin buah, memang jeruk itu yang telah dikodratkan olehNya memiliki buah. Namun peran pupuk dan air serta petani tersebut hanya sebagai perangsang dan memberi rangsangan agar buahnya jeruk itu cepat muncul.
Oleh karena itu harus dimulai dari diri sendiri, dan kembali kepada diri sendiri. Mampu menyadarkan diri, mampu mencintai diri sendiri, dan yang paling penting mampu memposisikan diri sendiri yang benar dan tepat. Sebagai ilustrasi saya akan memberikan sebuah cerita pendek; Marilah kita membuat kolam yang airnya jernih berisi teratai warna warni, dipinggirnya tanami pohon bunga-bungaan warna warni, pelihara serta tata dengan penuh kasih sayang, sehingga kelihatannya indah dan menarik. Kita tidak perlu mencari kecebong, katak, ikan, kupu-kupu, tawon, mereka akan datang sendiri mencari makan, dan mereka merasa mendapatkan perlindungan. Artinya; Kita harus sadar apa sih sebenarnya tujuan hidup ini? Dan untuk apa kita hidup? Coba cari jawabannya sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar