Merawat Rumah Tuhan dalam Diri
Manusia memiliki sifat yang sangat kuat
dalam dirinya yaitu; kebiasaan. Semestinya sifat seperti itu sangat perlu
dipertahankan dan dikembangkan kearah yang positif. Artinya kebiasaan itu dapat
menciptakan kebahagiaan diatas bumi ini, dengan cara mengikuti petunjuk
Tuhan yang telah tertuang dalam ajaran
Agama . lalu bagaimana mengembangkan kebiasaan yang positif? Sebenarnya kita
tidak perlu terlalu jauh berfikir, cukup dengan cara yang sederhana yaitu;
sembahyang dan meditasi.
Semakin sering kita mendekatkan diri
kepada Tuhan melalui sembahyang dan meditasi maka kita telah membuka diri kita
untuk dialiri dengan sifat - sifat rohani yang secara otomatis juga akan
menjauhkan sifat – sifat mara (kegelapan)
dari diri kita. Hal ini dapatkan dari sebuah rumusan yang sederhana,
yaitu ketika saya melihat seorang anak kecil yang memainkan dua buah balon gas
yang terhubung tali satu sama lain. ketika si anak kecil tersebut menarik balon
berwarna putih, maka secara otomatis balon yang berwarna hitam menjadi menjauh,
begitu pula sebaliknya. Hal ini saya hubungkan dengan sifat yang ada pada diri
manusia, yaitu sifat budha dan Mara. Bila manusia menarik sifat budha maka sifat Mara menjauh, demikian pula jika
manusia menarik sifat setan (Mara) maka sifat ROHANI (BUDHA) akan semakin menjauh. Dengan bersembahyang
secara rutin, itu berarti kita telah menarik sifat Rohani ke dalam diri kita
yang akan menjauhkan sifat kebodohan (mara). Jika diikuti dengan perilaku
sehari - hari yang penuh kesabaran, kasih sayang dan pemaaf, maka sifat Rohani
akan terjaga dan semakin tumbuh subur dalam dirikita.
Mungkin ada yang bertanya, apa
perbedaan antara sembahyang dan meditasi? Secara garis besar pedanda dapat
memberikan pemahaman sebagai berikut; jika kita bersembahyang maka kita
memusatkan pikiran menuju Tuhan, sedangkan jika kita bermeditasi maka itu
artinya kita telah membuka hati kita untuk menyadari diri bahwa semua fenomena
yang muncul itu bersumber dari dalam dan
mengenali sebab akibat dari fenemena tersebut . lalu manakan yang lebih baik?
Keduanya harus dilakukan dengan secara seimbang, ibarat melihat dua sisi mata
uang yang jika hanya dilihat satu sisi nilainya tidak akan bebeda atau menjadi
dua kali lipat jika kita melihat kedua sisnya, namun dengan melihat kedua sisi
maka kita mengetahui bentuk uang yang seutuhnya. Dengan melakukan keduanya
secara seimbang maka kita akan dapat menikmati kebahagiaan didalam hidup
sebagai benteng terjaganya sifat Ketuhanan dalam diri kita.
Sesungguhnya dalam diri manusia unsur
Ketuhanan telah bersemayam yang dalam sloka disebutkan dengan "Aham Brahma
Asmi" yang semestinya hal tersebut tercermin dalam perilaku kita sehari -
hari. Inilah yang semestinya kita sadari dan ditumbuh kembangkan melalui
sembahyang dan meditasi serta ditunjang dengan penerapan sifat kesabaran, cinta
kasih dan pemaaf. Yang tidak kalah pentingnya juga adalah memilih makanan,
karena makanan adalah sumber energi yang akan mempengaruhi jiwa. Makan dan
minumlan makanan yang baik atau tidak cemer, yang mulai proses pembuatanya,
alat - alat yang digunakan untuk memasak dan juga menghidangkan, dan juga
kondisi lingkungan tempat makanan itu dibuat. Agama sangat menekankan akan pentingnya kesucian
dan menghindari hal - hal yang kotor atau leteh, karena menjaga sifat
Tuhan dalam diri harus dilakukan secara
sekala dan niskala.Itu sebabnya sembahyang dan bermeditasi itu sebagai pilar
dalam kehidupan kita masing –masing.
Bertitik tolak dari hal
tersebutlah akan banyak bermunculan masalah kehidupan yang di hadapi oleh
manusia itu sendiri. Memang manusia itu pada dasarnya adalah makhluk social,
tetapi jangan lupa manusia juga makhluk religius dan makhluk individu. Oleh
karena itu didalam pembahasan sekarang ini akan lebih menitik beratkan kepada
manusia sebagai makhluk individu, selanjutnya manusia sebagai makhluk social
yang berlandaskan religius, namun individu yang dimaksudkan disini bukan
berarti mengarah kepada egoisme negatif, namun lebih mengarah kepada egoisme
positif. Sebab bagiamanapun manusia itu lahir sendiri, matipun nantinya akan
sendiri pula.
Seperti sloka yang
pernah saya dengar dari orang bijaksana sebagai berikut; Manusia memiliki hak
dan kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dari jeratan tali neraka. Artinya
tidak ada manusia yang mampu merubah prilaku manusia yang lain, kecuali mereka
yang mau merubah prilaku mereka sendiri. Tidak ada guru yang mampu membuat
muridnya menjadi pinter semua. Kalau memang ada guru yang mampu mebikin
muridnya pinter semua, kenapa di dalam satu kelas yang pelajarannya sama
gurunya sama ada murid juga yang bodoh? Tak ubahnya seperti seorang petani yang
menanam jeruk, si petani hanya mampu menggemburkan tanahnya, menyiraminya, dan
ngasi pupuk, namun bukan air dan bukan pupuk yang bisa membikin buah, memang
jeruk itu yang telah dikodratkan olehNya memiliki buah. Namun peran pupuk dan
air serta petani tersebut hanya sebagai perangsang dan memberi rangsangan agar
buahnya jeruk itu cepat muncul.
Oleh karena itu harus dimulai dari diri sendiri, dan kembali kepada diri
sendiri. Mampu menyadarkan diri, mampu mencintai diri sendiri, dan yang paling
penting mampu memposisikan diri sendiri yang benar dan tepat. Sebagai ilustrasi
saya akan memberikan sebuah cerita pendek; Marilah kita membuat kolam yang
airnya jernih berisi teratai warna warni, dipinggirnya tanami pohon
bunga-bungaan warna warni, pelihara serta tata dengan penuh kasih sayang,
sehingga kelihatannya indah dan menarik. Kita tidak perlu mencari kecebong,
katak, ikan, kupu-kupu, tawon, mereka akan datang sendiri mencari makan, dan
mereka merasa mendapatkan perlindungan. Artinya; Kita harus sadar apa sih
sebenarnya tujuan hidup ini? Dan untuk apa kita hidup? Coba cari jawabannya
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar